Andai Aku Jadi Bidan
Kisah
ini, semua berawal dari peristiwa yang saya alami dimasa lalu. Pada waktu itu saya masih duduk di
bangku kelas dua Sekolah
Menengah Atas (SMA). Saat itu tempat
tinggal saya adalah sebuah desa kecil yang belum ada layanan listrik (PLN). Saya memiliki seorang ibu, beliau adalah
lulusan sekolah perawat. Dan ibu sering
membantu warga desa yang akan melahirkan.
Namun dengan bertambahnya usia dan kemampuan fisik ibu yang sudah tidak
sekuat pada waktu masih muda, serta berubahnya peraturan pemerintah tentang
tenaga kesehatan yang berwenang dalam pertolongan persalinan adalah seorang
bidan, maka ibu selalu menyarankan pada warga desa untuk melahirkan di tempat pelayanan kesehatan/tenaga kesehatan
yang lebih berwenang (bidan).
Pada
suatu malam, ada sebuah becak yang membawa seorang ibu dengan perut yang besar
dan merintih kesakitan karena akan melahirkan bayinya. Ibu hamil dan suaminya yang seorang tukang
becak tersebut menginginkan proses
kelahiran bayinya ditolong oleh ibu saya.
Namun, Ibu menganjurkan supaya ibu hamil tersebut dibawa ke tempat
seorang bidan yang bertugas di
desa kami. Namun, ibu hamil tersebut
tidak mau dengan alasan mereka adalah
orang tidak punya, sehingga tidak punya banyak uang untuk biaya persalinan di
bidan tersebut. Ibu hamil itu memohon
dan rintihan akibat merasakan kesakitan yang semakin meningkat.
Pada
akhirnya ibu memutuskan untuk membantu ibu hamil tersebut. Dan saya ingat betul, malam itu tepat pada
pukul 23.50 WIB, ibu hamil yang terbaring di tempat tidur pada salah satu kamar
semakin merintih kesakitan dan
terus berusaha meneran. Ibu meminta saya
untuk membantunya dengan memegangi lampu minyak untuk menerangi ibu dalam
menolong persalinan itu. Dan pada malam
itu, saya benar-benar mengetahui proses keluarnya bayi dari dalam perut yang penuh perjuangan, tetesan keringat dan
darah. Dalam kondisi ruangan yang
tidak begitu terang, karena memang belum ada listrik, ibu membantu kelahiran
bayi itu dengan hati-hati, penuh sentuhan kasih sayang dan selalu memberikan
semangat pada ibu tersebut, dan akhirnya bayi dapat lahir dengan selamat. Rasa sakit dan letih selama melahirkan
bayinya, semua terlihat tak berarti saat ibu itu mendengar tangisan bayinya. Sungguh mulia dan indah perjuangan seorang
wanita saat melahirkan bayinya. Sejak peristiwa malam itu, maka hati kecil saya
terpanggil untuk menjadi seorang tenaga kesehatan yang mampu memperjuangkan
kesejahteraan dalam pelayanan kesehatan untuk masyarakat tanpa melihat mereka
berasal dari status sosial, agama, kondisi ekonomi, serta suku mereka, seperti
yang selalu ibu pesankan pada saya.
Namun,
karena keadaan ekonomi orang tua (ibu) yang pas-pasan, setelah lulus SMA saya
tidak dapat melanjutkan pendidikan di sebuah akademi kebidanan karena pada
waktu itu biaya masuknya sangat mahal dan ibu merasa tidak mampu. Maka saya memutuskan untuk melanjutkan pendidikan
saya di sebuah Politeknik
Pertanian Negeri melalui program tanpa test (Program PMDK). Pada waktu itu saya dapat menyelesaikan pendidikan
Diploma III Pertanian dengan biaya dari program beasiswa PPA (Penunjang
Prestasi Akademik). Namun di dalam hati
kecil saya, keinginan untuk melanjutkan pendidikan di Akademi Kebidanan
sehingga dapat menjadi seorang bidan tidak pernah padam.
Seiring
berjalannya waktu, saya terus berusaha mewujudkan impian saya untuk menjadi
seorang bidan. Hingga pada akhirnya, di
tahun 2011 lalu saya baru memperoleh
kesempatan untuk mengambil pendidikan kebidanan. Dan
di tahun itu saya memulai pendidikan saya di STIKes Bina Cipta Husada,
Purwokerto. Saya tidak pernah merasa
kecil hati dengan usia yang jauh lebih
tua dibandingkan teman-teman se-angkatan.
Justru semua itu saya jadikan cambuk dalam memotivasi diri untuk meraih
prestasi akademik. Dan saya dapat
membuktikannya dengan selalu mendapatkan Indek Prestasi (IP) bagus.
Selama
saya kuliah di kebidanan, banyak hal baru yang saya ketahui, seperti Angka
Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia yang ternyata
masih cukup tinggi, masih banyak wanita yang belum mendapatkan hak
reproduksinya seperti tidak boleh membatasi kehamilannya dengan menggunakan
alat kontrasepsi serta masih minimnya kesadaran kaum laki-laki (suami) turut
serta dalam program KB (penggunaan kontrasepsi), masih banyak wanita yang mengalami
morbiditas dan mortalitas saat kehamilan, persalinan, dan nifas akibat
komplikasi yang menyertai, sehingga memberikan banyak dampak negatif pada
bayinya, masih banyak wanita yang belum mempunyai kesadaran terhadap kesehatan
reproduksinya, masih banyak remaja menikah dengan usia yang terlalu dini, dan banyak
hal lain lagi.
Selain
itu jika dilihat dari sisi tenaga kesehatan, masih banyak tenaga kesehatan
(lulusan bidan) yang belum terpanggil hati kecilnya untuk mengabdikan dirinya dalam
memberikan pelayanan kesehatan di daerah-daerah tertinggal/pedalaman, padahal
mereka sangat membutuhkan keberadaan seorang bidan.
Indonesia
adalah penghasil bidan terbesar, namun
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) masih cukup tinggi. Dengan keadaan tersebut, maka menimbulkan
pertanyaan yang sangat mengiris hati, “Apa kerja Bidan selama ini?” atau
“Dimana Bidan selama ini?” dan masih banyak lagi pertanyan yang sangat
memojokan profesi bidan. Hal ini
tentunya sangat membuat saya secara pribadi tidak dapat menerima dan tinggal
diam. Karena bagi saya bidan adalah
sahabat terdekat wanita yang selalu menghadapi berbagai permasalahan selama
masa reproduksinya.
Oleh
sebab itu, apabila saya telah menyelesaikan pendidikan kebidanan ini, maka
ingin mengajak teman-teman di seluruh Indonesia dapat mengabdikan diri di daerah-daerah
tertinggal atau pedalaman, memberikan pelayanan kebidanan yang sesuai dengan
standarisasi dengan mengutamakan pelayanan yang aman sehingga dapat menekan
angka kematian ibu dan bayi serta mengajak kaum pria (suami) berperan serta dalam penggunaan
metode kontrasepsi serta membentuk masyarakat sehat yang mandiri dan
berkeadilan.
Demikianlah
harapan dan cita-cita sederhana yang sangat ingin saya wujudkan selama
ini. Saya tidak akan menyia-nyiakan
kesempatan untuk menyelesaikan pendidikan kebidanan ini. Besar harapan saya dapat menyelesaikan
pendidikan kebidanan ini, sehingga dapat mewujudkan impian untuk menjadi
seorang bidan. Apabila saya diberi
kesempatan untuk menerima beasiswa dari Program Akademi Andalan ini, maka saya
akan sangat bersyukur dan tidak akan menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Saya akan terus berjuang dan berprestasi dalam
bidang akademik sebagai wujud terima kasih saya. Dan saya akan mengabdikan diri
kepada bangsa ini sesuai dengan profesi yang akan saya miliki suatu hari nanti. “Andai Aku Jadi Seorang Bidan”.
PokerStars - Gaming & Slots at Aprcasino
BalasHapusJoin the fun at apr casino Aprcasino and play the best of poormansguidetocasinogambling.com the best PokerStars casino games including Slots, Blackjack, https://febcasino.com/review/merit-casino/ Roulette, Video 토토사이트 Poker https://jancasino.com/review/merit-casino/ and more!